Komun.id – Indonesia merupakan negara tropis dengan berbagai penyakit infeksi menular. Salah satunya adalah penyakit TBC atau TBC, serta HIV/AIDS.
Baru-baru ini, kelompok populasi kunci malaria, TBC, dan HIV/AIDS berkesempatan bertemu dengan Direktur Eksekutif Global Fund, Peter Sands mengenai program pemberantasan penyakit menular tersebut.
Populasi kunci adalah kelompok yang sedang diupayakan intervensi kesehatannya atau kelompok dengan perilaku sehari-hari yang berisiko terkena penyakit menular seperti tuberkulosis, malaria, dan HIV/AIDS.
Khusus untuk TB atau TB, Indonesia menempati urutan ketiga dunia dengan kasus TB terbanyak setelah India dan China.
Baca juga:
Kasus TBC Meningkat Akibat Dampak Covid-19, Kemenkes Segera Percepat Program Penanganan

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan dari populasi kunci menyampaikan aspirasi dan pesan mereka kepada Peter, mengenai jangka waktu dukungan untuk Global Fund di Indonesia yang akan segera diperpanjang.
“Jumlah kasus TB cukup signifikan di banyak negara, dan di Indonesia cukup besar. Ini juga menunjukkan bahwa kami siap menunjukkan keseriusan kami dalam memberikan kesempatan kepada pemerintah dan kementerian Indonesia,” kata Peter di Positive Indonesia Network kantor, Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (22/6). /2022).
Sambil menikmati makan malam, Peter mendengarkan pesan dan aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan populasi kunci.
Salah satunya disampaikan Sintia, perwakilan dari Ikatan Wanita Positif Indonesia.
Ia bercerita bahwa dirinya positif HIV/AIDS sejak 2011, dan mengungkap fenomena masih banyaknya petugas kesehatan yang kurang memahami penanganan ibu pengidap HIV saat melahirkan.
“Hanya ada satu kasus ibu HIV melahirkan, tapi anaknya langsung dibawa ke NICU, tanpa ada darurat. Jadi anak itu dipisahkan dari ibunya selama seminggu. Setahu saya, ini bukan pengobatan. untuk ibu dengan HIV,” kata Sintia.
Tak ketinggalan, Sintia juga mengungkapkan masih banyak anak pengidap HIV yang mengonsumsi obat ARV (antiretroviral) dewasa. Padahal katanya harus ada ARV pediatrik atau obat ARV untuk anak.
Aspirasi lain juga disampaikan perwakilan Komunitas Pekerja Seks OPSI, Nurlela, yang mengaku sulit menangkap atau memantau pekerja seks akibat penutupan tempat prostitusi.
Pekerja seks sendiri merupakan komunitas yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, karena perilaku atau pekerjaan sehari-hari, berganti pasangan, dan sebagainya.
“Penutupan lokalisasi PSK ditutup agar merembet ke tempat-tempat seks yang membuat nyaman, sehingga mendorong teman untuk dites HIV agak sulit,” kata Nurlela.
Harapan lain juga disampaikan perwakilan Stop TB Indonesia, bahwa penderita TB di Indonesia masih sulit mendapatkan pengobatan, bahkan khusus untuk TB resistan obat atau TB-RO.
(AV/JK)