Komun.id – Masalah obat HIV/AIDS yang disebut obat antiretroviral atau ARV untuk anak-anak adalah akses yang masih terbatas, dan mayoritas hanya bisa minum ARV untuk orang dewasa.
Akibatnya, banyak orang tua yang terpaksa memberikan obat ARV dewasa dengan cara memotong sebagian obat, menumbuknya dan mencampurkannya dengan air, lalu memberikannya kepada anak-anaknya.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Eksekutif CCM (Mekanisme Koordinasi Indonesia), Dr. Samhari Baswedan, MPA mengatakan, sedikitnya jumlah anak dengan ARV membuat produsen sulit melirik pembuatan ARV anak dalam bentuk sirup di Indonesia.
“Masih lebih banyak obat ARV untuk anak dari luar, karena yang tersedia adalah tablet dewasa. Anak-anak suka sirup, meski penggunaannya terbatas,” kata dr Samhari kepada Komun.id di Jaringan Indonesia Positif (JIP), Sudirman , Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2022).
Baca juga:
82 Warga Cianjur Terinfeksi HIV/AIDS Tahun 2022, 50 Persen Akibat LSL

Ia juga menambahkan, obat ARV untuk anak dalam bentuk sirup cenderung cepat rusak jika tidak disimpan dengan baik. Ditambah obat bentuk sirup dengan obat tablet, cenderung lebih mudah disimpan dalam bentuk tablet.
“Jadi tingkat kerusakan obat tinggi, untuk sirup, tapi dari sisi program sulit karena sangat tidak efisien,” kata dr samhari.
Dr. Samhari sangat menyadari bahwa obat ARV sirup ini merupakan aspirasi dan harapan para pengguna ARV agar lebih mudah digunakan untuk anak-anak. Namun dari sisi produksi, dikatakan cukup sulit.
“Jadi bisa diproduksi di Indonesia, tapi pemakainya sedikit, kalau di Indonesia kalau obat ini diproduksi pasti rugi, dan kita tahu kita tidak bisa menyalahkan pelaku usaha,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi ini sangat berbeda dengan banyaknya pasien tuberkulosis (TB) di Indonesia, sehingga akses obat TB lebih mudah, namun jumlah pasien sangat banyak dan belum terdeteksi.
Baca juga:
Berikut daftar penyakit yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan sesuai peraturan Menteri Kesehatan
“Sehingga di TB bukan soal narkoba, tapi jumlah penderitanya. Untuk HIV pada anak lebih sedikit dan penyebaran HIVnya sporadis,” pungkas dr samhari.
(AV/JK)