Diaspora Indonesia di luar negeri mengemban tugas diplomasi untuk menggemakan G20.
Komun.id, JAKARTA — Diaspora Indonesia memiliki peran strategis untuk menggemakan Kepresidenan G20 luar negeri. Dengan jumlah yang mencapai delapan juta jiwa, diaspora Indonesia secara tidak langsung mengemban tugas diplomasi sebagai bagian dari nation branding Indonesia di negara-negara dimana masing-masing diaspora berdomisili.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Usman Kansong, dalam Diaspora Talk hybrid yang digelar di Yogyakarta, Selasa (21/6/2022).
Menurut Usman, diaspora Indonesia dapat melakukan berbagai hal untuk mendukung komunikasi publik Kepresidenan G20. Misalnya, melakukan unggah konten secara simultan melalui media sosial atau dengan mendorong obrolan tentang Kepresidenan G20 Indonesia.
“Jumlah delapan juta orang adalah kekuatan yang tangguh. Branding negara kita ada di diaspora. Beberapa teman yang berprestasi juga merupakan bagian dari nation branding Indonesia di negara tempat tinggalnya,” kata Usman dalam rilisnya, Kamis (23/6/2022).
Lebih lanjut Usman mengungkapkan, yang perlu dikomunikasikan oleh diaspora tentang kepresidenan G20 Indonesia di luar negeri bukan hanya tentang tiga tema utama, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi digital, dan transisi energi. Namun juga apa manfaat yang bisa diperoleh dari pelaksanaan kepresidenan G20 Indonesia ini.
“Isu-isu ini seringkali terlalu elit, sehingga sulit dicerna oleh masyarakat Indonesia di dalam dan mungkin di luar negeri. Karena itu, mungkin kita bisa menurunkan tingkat narasi yang kita sampaikan kepada orang-orang di luar negeri, sehingga dari isu elite menjadi isu akar rumput, yang relatif bisa dicerna oleh masyarakat umum,” jelas Usman.
Hal ini juga diamini oleh Sastia Pramaputri, Diaspora Indonesia di Jepang yang juga ilmuwan di bidang pangan. Menurutnya, kepresidenan G20 merupakan momentum bagi Indonesia dan juga warga negara Indonesia di luar negeri untuk mendapatkan kredibilitas dan kepercayaan dari dunia dalam memimpin pemulihan global.
“Kita sebagai warga negara Indonesia, dimanapun kita berada, juga akan sangat diuntungkan dengan kepresidenan ini. Kami seperti duta besar, agen branding. Bahwa apa yang kita lakukan di sini, semua prestasi dan karya kita di negara tempat kita bernaung, akan menjadi wakil Indonesia di luar negeri dengan membawa identitas budaya,” kata Sastia.
Sementara itu, Rennie Roos, Pendiri Indonesia-Belanda Youth Society mengungkapkan bahwa diaspora indonesia luar negeri merupakan kelompok yang sangat menarik, karena mereka memiliki keterampilan dan keahlian dari dua budaya, yaitu budaya Indonesia dan budaya negara tempat mereka tinggal.
“Karena tahu itu, mereka juga bisa memahami dan menghubungkan semuanya sehingga penyampaian informasi lebih mudah,” ucapnya.
Rennie menambahkan, semua diaspora di luar negeri memahami bagaimana mereka harus bekerja sama dengan warga negara lain. Diaspora adalah kunci dalam menjembatani komunikasi untuk kerjasama yang lebih erat.
Pada kesempatan tersebut, Siti Nugraha Mauludiah, Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Luar Negeri menyampaikan bahwa untuk menghadapi tantangan kepresidenan G20, negara-negara tidak dapat lagi melakukan proses diplomasi publik secara mandiri.
“Diperlukan kerjasama bersama, salah satunya dengan diaspora Indonesia di luar negeri yang berperan dalam pembentukan karakter dan pola interaksi kepresidenan G20 Indonesia,” ucapnya.
Diaspora Talk digelar dalam rangka menggaungkan Kepresidenan G20 Indonesia dengan menggandeng Diaspora Indonesia. Pada hari kedua, Diaspora Talk menghadirkan pembicara yaitu Diaspora Indonesia di Jepang Sastia Prama Puteri, Diaspora Indonesia dari Amerika Serikat Sonita Lontoh dan Founder Youth Society Indonesia-Belanda Rennie Ross.
(AV/JK)